Pages

Kamis, 31 Maret 2011

Belajar dari Keadaan


Pernahkah kalian merasa Tuhan memperlakukan kalian secara tidak adil? Pernahkah kalian merasa kurang atas semua yang kalian miliki? Jika ya, mungkin kalian perlu menyimak kisah ini.


Bukan hanya kalian yang merasakan perasaan itu. Saya terkadang juga merasakan hal yang sama. Ada hal yang sangat membekas di hati saya. Saat saya berusia 10 tahun, ayah saya terlibat hutang yang sangat besar yang mengakibatkan keluarga kami harus meninggalkan rumah kami yang sudah terbangun kokoh dan berpindah untuk tinggal di rumah nenek saya.
Di lingkungan tempat tinggal yang baru, sangatlah berbeda dengan tempat tinggal saya yang lama. Tidak ada laptop ataupun komputer yang biasa saya gunakan bermain game dan tidak ada lagi teman sebaya yang selalu menemani saya bermain. Rasanya jenuh sekali. Yang ada hanyalah televisi dan adik saya yang berselisih 8 tahun dengan saya. Adik saya memang sangat baik dan sangat patuh kepada orang tua saya, berbeda dengan saya yang memang bandel. Yang sangat membuat saya jengkel adalah apabila saya melakukan sedikit saja kesalahan, saya mendapatkan hukuman dari ibu saya. Berbeda dengan adik saya yang selalu dipuji dan apabila dia menangis, saya yang dipersalahkan, padahal adik saya menangis bukan disebabkan karena saya. Mungkin itu sangat wajar terjadi karena saya masih berusia 10 tahun dan saya adalah seseorang yang baru saja menjadi kakak. Tapi hal tersebut sudah berhasil membuat saya jengkel dan merasa bahwa yang dikasihi orang tua saya hanyalah adik saya seorang. Selain itu, semenjak ayah saya diketahui memiliki hutang yang sangat besar, hubungan ayah dan ibu saya menjadi tidak seperti dulu. Mereka menjadi sangat sering bertengkar dan saling menyalahkan. Hal itu membuat saya benar-benar tidak betah lagi berada di dunia ini.
Saya merasa sangat tidak adil. Mengapa keluarga saya diberikan hidup miskin sementara di balik itu semua ada orang yang bahagia dengan harta yang melimpah? Mengapa kedua orang tua saya lebih mengasihi adik saya daripada saya? Mengapa saya tidak mendapatkan teman di lingkungan tempat saya tinggal yang paling tidak dapat membantu saya melupakan derita saya di tengah-tengah keluarga saya? Mengapa banyak sekali anak yang memusuhi saya di kelas saya?
Suatu hari, saya mendapatkan sakit yang cukup parah. Saya mendapati demam selama beberapa hari, saya tidak memiliki nafsu makan sama sekali, perut saya rasanya kembung, dll. Orang tua dan juga nenek dan kakek saya kebingungan dengan keadaan saya. Saya belum dibuatkan ASKES dan hal itu yang membuat orang tua saya tidak segera membawa saya ke dokter. Awalnya mereka berpikir bahwa apa yang saya derita hanyalah demam biasa. Hari berganti hari, tapi keadaan saya tidak membaik, tapi malah memburuk. Akhirnya ayah saya membawa saya ke puskesmas di dekat rumah nenek saya. Saya diperiksa oleh seorang dokter dan dokter tersebut berkata bahwa saya terkena tifus. Beliau pun memberikan saya obat yang mana selalu saya minum sesuai dengan aturannya. Beberapa hari kemudian, keluar darah dari gusi saya. Darah yang terus menerus keluar sampai akhirnya menggumpal di sekitar gusi saya yang mengeluarkan darah tersebut. Hal itu semakin memprihatinkan. Tubuh saya semakin lemas dan tak berdaya. Hari pagi berikutnya, seingat saya hari itu hari Jum’at, kondisi saya semakin parah dan saya bahkan tidak kuat lagi untuk berjalan. Orang tua saya pun segera membawa ke rumah sakit umum yang berada tidak jauh dari tempat tinggal saya. Di sana, saya segera ditangani dan divonis terkena DBD. Saya diinfus dan di tempatkan di suatu ruangan khusus. Di sana dokter mengambil sampel darah saya, dan melakukan hal yang lain-lain. Tiba-tiba muncul bintik-bintik merah di sekujur tubuh saya dan hal itu membuat tubuh saya merasa gatal. Saya dianjurkan untuk terus minum jus jambu merah secara terus menerus. Ayah saya selalu ada di samping saya untuk mengambil gumpalan darah yang ada di dalam mulut saya. Saya melihat wajah ayah saya yang terlihat sangat khawatir dengan keadaan saya dan juga wajah ibu saya yang sangat lesu yang baru saja sadar dari keadaan pingsannya.
Saya sangat putus asa. Yang ada dipikiran saya adalah: SAYA AKAN DIPANGGIL. Saya sekarat. Saya akan meninggalkan dunia fana ini. Saya akan meninggalkan kedua orang tua saya, adik saya, dan kakek dan nenek saya. Tapi entah mengapa, saya merasa ada yang aneh. Ibu saya lebih memperhatikan saya daripada biasanya. Beliau tak lagi bertengkar dengan ayah saya. Nenek saya juga setia menemani saya saat ayah dan ibu saya sedang bekerja. Budhe saya selalu menjenguk saya di pagi hari. Mulai saat itu cara pikir saya sedikit berubah. Ternyata mereka selalu mengasihi saya. Saya harus tegar. Saya harus terlihat sehat agar mereka tidak terlalu khawatir dengan keadaan saya. Saya membuat lelucon-lelucon hangat di setiap hari, berharap mereka tidak sedih dengan keadaan saya. Saya yakin, saya masih bias hidup lama walaupun banyak  orang yang meninggal karena demam berdarah. Kondisi saya pun berangsur-angsur mebaik dan saya diperbolehkan pulang. Sekarang saya tahu mengapa perhatian orang tua saya lebih tertuju pada adik saya.

RENUNGAN:
Tuhan selalu adil. Terkadang Tuhan sudah memberikan sesuatu yang baik kepada kita, tetapi kita yang tidak bersyukur atas nikmat yang telah Dia berikan. Akhirnya Tuhan memberikan suatu cobaan kepada kita agar kita belajar. Dengan belajar kita bisa menjadi sosok yang lebih baik. Dan Tuhan ingin hamba-Nya menjadi seseorang yang baik yang pantas untuk menghuni surga-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar